Baca Juga : Cara bermain forex trading, is forex trading good, best forex trading account, forex trading australia, foreign exchange trading basics, forex trading, forex exchange, currency trading, fx trading, what is forex trading, how to trade forex, forex online, forex trading singapore
Di mata orang, aku dianggap sebagai orang yang baik, stabil, berpenghasilan cukup, dan sayang istri.
Istriku adalah cinta pertamaku.Setelah pacaran 3 tahun, akhirnya kami pun memutuskan untuk menikah. Kami termasuk orang yang bisa saling mengerti, sehingga hanya dengan saling memandang saja, masingmasing dari kami sudah tahu apa yang ada di pikiran kami. Bisa dikatakan bahwa pernikahan kami adalah pernikahan yang bahagia.
Setelah menikah, istriku membuktikan dirinya sebagai istri yang baik. Dia hampir menghentikan semua kegemaran dan kebiasaannya, demi memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
Sebelum berangkat kerja di pagi hari, aku hanya tinggal duduk, untuk sarapan, baju kerja dan perlengkapan lainnya, semuanya istriku yang menyiapkan.
Ketika pulang kerja, makan malam sudah siap di meja dan aku hanya tinggal makan saja. Semua pekerjaan rumah termasuk mencuci, menyapu dan mengepel juga sudah beres dikerjakan olehnya.
Keadaan ini berlangsung cukup lama sehingga aku mulai merasa terbiasa dan berpikir bahwa hal-hal tersebut memang adalah kewajiban seorang istri. Aku sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan apapun di rumah.
Lama kelamaan, aku mulai merasa seperti raja, yang segala keperluan harus sudah disiapkan.
Setelah kami punya anak pertama, tentu saja kesibukan istriku bertambah, dia tidak hanya mengurus rumah dan aku, tapi juga mengurus anak. Aku sering melihatnya sibuk, tapi aku tetap tidak sadar. Ketika di rumah aku terkadang bermain dengan anak sebentar.
Tapi, aku sama sekali tidak pernah membantu pekerjaan istri. Orang lain melihat keluarga kami sebagai keluarga yang bahagia, suami pandai mencari uang, istri pandai mengurus rumah. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya, pekerjaan istriku sudah terlalu banyak. Beberapa tahun kemudian, anak kedua kami lahir.
Seorang gadis kecil yang cantik kini menjadi anggota baru keluarga kami, dan tentu saja, itu artinya adalah tugas tambahan bagi istriku. Sponsored Ad Suatu hari, ketika aku sedang bermain dengan anak kedua kami, anak pertama kami menangis.
Istriku yang ketika itu sedang menyetrika, meninggalkan setrikaannya dan bergegas mendekati anak yang pertama. Ternyata dia lapar dan minta dibuatkan susu, istriku pun segera memasak air untuk menyeduh susu, sambil menenangkan anak pertama kami.
Tiba-tiba telepon genggamku berbunyi, jadi aku bergegas ke kamar untuk mengangkat telepon. Hanya sebentar saja, telepon itu berlangsung selama sekitar 5 menit dan aku segera kembali ke anak yang kedua lagi.
Aku pun sangat terkejut, anak keduaku sedang bergelantungan di tepi ranjang, ternyata ketika aku meninggalkannya rupanya dia berusaha turun sendiri dari ranjang. Aku melihat istri sedang membuat susu untuk anak pertama, aku pun memanggilnya dan langsung memarahinya.
"Gimana sih, kamu sebagai ibu, anak sendiri tidak diurus! Lihat, anakmu hampir jatuh dari ranjang!"
Istriku meminta maaf sambil menangis, dan buru-buru menggendong anak kami, dan terus meminta maaf karena lalai. Beberapa hari kemudian, di kantor sedang ada rapat besar para direksi, jadi para karyawan diperbolehkan pulang lebih awal. Dan aku pun pulang.
Ketika aku sampai di rumah, istriku sedang mandi. Dan, yang membuatku terkejut adalah, ia mandi tanpa menutup pintu kamar mandi. Aku benar-benar tidak habis pikir dan langsung memarahinya
"Kamu tidak punya sopan santun ya? Apa tidak malu kamu telanjang dilihat orang? Untung aku yang masuk ke rumah, bagaimana jika orang lain yang masuk?"
Dia menjawab, "Sayang, ayo sini masuk!" Awalnya aku agak ragu dan bertanya-tanya dalam hati, tapi akhirnya aku pun masuk ke kamar mandi juga.
"Nah, kamu tunggu disini, supaya kamu bisa mengawasi anak-anak. Kalau aku menutup pintu kamar mandinya, siapa yang akan mengawasi mereka?"
Tidak hanya itu, ketika aku melihat ke arah istriku dengan seksama, ada beberapa bekas luka di tangannya dan bagian betisnya mengalami varises, selain itu juga ada bagian tubuhnya yang memar. Aku bertanya bagaimana ia bisa mempunyai semua luka itu.
Ia menjelaskan bahwa semua itu terjadi ketika dia melakukan pekerjaan rumah, juga ketika mengurus anak kami, tangannya melepuh terkena air panas ketika menyeduh susu, sedangkan varisesnya muncul karena ia sering angkat-angkat barang berat dalam waktu yang lama.
Tepat ketika itu, anak kedua kami menangis, tanpa berpakaian dan hanya mengenakan handuk, istriku segera menuju ke arah anak kami, dan ia berusaha menenangkannya. Ternyata anak kami mengompol, dan ia pun segera mengganti celananya. Ketika itu, aku baru menyadari satu hal. Biasanya, ketika pulang kerja, semua cucian sudah selesai dicuci.
Kali ini, aku melihat di tumpukan baju kotor itu, ada bajuku, bajunya, serta baju kotor kedua anak kami. Itu adalah satu tumpukan baju kotor yang sangat banyak. Aku baru menyadari bahwa selama ini, istriku telah menanggung beban pekerjaan yang begitu banyak.
Tiba-tiba hatiku terasa sakit, aku merasa sedih sekaligus malu. Ketika itu anak pertama kami baru berusia hampir 4 tahun, dan anak kedua kami hampir berusia 1 tahun.
Aku merasa bodoh dan bersalah, bagaimana bisa selama ini aku tidak tahu kalau pekerjaan istriku begitu banyak dan berat, ditambah lagi mengurus dua anak yang masih kecil, benar-benar repot dan melelahkan. Ketika itu juga, aku langsung memeluk istriku, aku menangis dan meminta maaf padanya.
Sejak hari itu, setiap ada kesempatan aku pasti akan membantu pekerjaan istriku. Dan sekarang, bukan hanya istriku, tapi aku sendiri tidak menutup pintu kamar mandi ketika mandi, sehingga aku juga bisa terus mengawasi anak-anak kami.
Ya, memang seharusnya seperti ini. Sebagai suami istri, sudah sepantasnya kami saling membantu dan bekerja sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah di antara suami istri. Kehidupan suami istri yang bahagia akan terwujud, jika kedua belah pihak mau saling memahami dan saling pengertian.
Sumber : http://www.cerpen.co.id/post_147955.html